Dampak pandemi COVID-19 dirasakan di hampir semua sektor. Namun yang menarik, kondisi ini tak menyurutkan investasi di sektor terbarukan. Merujuk laporan Bloomberg New Energy Finance (BNEF) pada 19 Januari 2021, lebih dari US$501 miliar mengalir ke sektor ramah iklim sepanjang 2020.
Sektor tersebut dimulai dari energi terbarukan, kendaraan listrik dan baterai, hingga ke bahan bakar hidrogen hijau. BNEF memprediksi, energi surya dan angin akan mendominasi pada 2021 karena “terbukti sebagai tempat yang aman untuk berinvestasi”. Instalasi tenaga surya baru diharapkan mencapai 150 gigawatt untuk pertama kalinya, sementara tenaga angin di laut dan darat akan tumbuh 84 GW.
Menurut Head of Advanced Transport BNEF Colin McKerracher, jumlah kendaraan listrik yang terjual pada 2021 akan meningkat 60% dibanding 2020. Sementara untuk hidrogen, ada 240 MW pengerjaan baru, naik dari 90 MW yang diselesaikan tahun sebelumnya.
Pada kesempatan yang berbeda, Larry Fink, CEO BlackRock—manajer investasi global terbesar dunia—menyatakan optimismenya tentang investasi jangka panjang yang fokus pada perubahan iklim.
Mengutip Reuters, 27 Januari 2021, Fink mengatakan, “Karena kebutuhan besar akan investasi untuk perubahan iklim dan aset jangka panjang, menurut saya, fundamental pada 2021 dan di masa mendatang cukup menguntungkan bagi investor jangka panjang.”
Di Indonesia, salah satu upaya untuk meningkatkan investasi hijau atau berkelanjutan dilakukan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan meluncurkan indeks IDX ESG (Environmental, Social, and Governance) Leaders, 8 Desember 2020. Indeks baru berisi 30 saham ini merupakan salah satu rencana aksi setelah BEI menjadi anggota United Nations Sustainable Stock Exchange (SSE) pada April 2019.
Langkah strategis lain juga dilakukan berbagai pihak untuk menumbuhkan perekonomian jangka panjang sekaligus menjaga kesehatan lingkungan. Ikuti informasi terbaru dengan berlangganan newsletter di sini.