Desentralisasi sentra produksi menjadi salah satu langkah adaptasi dalam menghadapi krisisiklim. Energi terbarukan yang tersedia di berbagai daerah, dapat menjadi sumber energi lokal untuk menjalankan desentralisasi ini, di antaranya di sektor pertanian dan perikanan.
Atiek Fadhillah, Project Manager GIZ, mengungkapkan bahwa energi terbarukan membuka peluang munculnya pusat pertumbuhan ekonomi di desa. Sehingga masyarakat desa tidak perlu meninggalkan tanah kelahiran untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. “Desentralisasi sentra produksi itu cocok untuk Indonesia, sentra produksi tersebar dengan ukuran kecil dan ditenagai dengan energi terbarukan,” kata dia dalam diskusi yang diselenggarakan New Energy Nexus, 2 Juni 2022.
Salah satunya, GiZ memanfaatkan panel surya sebagai sumber energi untuk meningkatkan efisiensi pengairan pertanian kangkung di Pulau Kaledupa, Sulawesi Tenggara. Hasilnya, pengairan lebih hemat air dari 200 liter menjadi 40 liter, dan hanya memakan waktu singkat sekitar 1 jam.
Dua startup (perusahaan rintisan) besutan anak muda, PT Olat Maras Power dan Eco-Aerator/Crustea.id, menghasilkan inovasi yang juga mendukung desentralisasi ini. Olat Maras Power mengembangkan cold storage bertenaga surya untuk membantu nelayan Sumbawa menyimpan hasil tangkapan agar tetap segar. Selain tidak perlu lagi jauh-jauh membeli es batu, tangkapan nelayan juga dapat disimpan selama sepekan.
Inovasi itu menjadi solusi ketika penjualan tangkapan nelayan Pulau Bungin, Nusa Tenggara Barat ke Lombok dan Bali terhenti akibat Covid-19. “Hasil tangkapan saat itu sampai busuk. Kalaupun dikonsumsi (dijual) di pasar lokal, harganya turun 30-40%,” tutur Nova Aryanto, CEO Olat Maras Power.
Sementara Eco Aerator menciptakan teknologi aerasi (penambahan kadar oksigen) ramah lingkungan bertenaga surya yang diimplementasikan di Gresik, Jawa Timur. Roikhanatun Nafi’ah, Founder dan CEO Eco-Aerator/Crustea.id, menjelaskan bahwa inovasi tersebut untuk mengatasi sulitnya akses listrik di beberapa tambak udang, rendahnya hasil panen, dan tingginya biaya operasional. Hasilnya, selain emisi yang dihasilkan lebih rendah, biaya operasional petambak bisa dihemat 38-80%.
Pemanfaatan energi terbarukan untuk menggerakkan ekonomi daerah, tidak selalu harus dengan membuka pasar baru. Transisi ke energi terbarukan dapat diimplementasi pada usaha yang telah berjalan agar lebih efisien dan berkelanjutan.
