Kenaikan tarif listrik dari Rp 1.444,7 per kilowatt hour (kWh) menjadi Rp1.699,53 per kWh untuk masyarakat mampu dengan daya 3.500 volt ampere (VA) ke atas, salah satunya didorong oleh lonjakan harga minyak. Selama masih didominasi energi fosil yang harganya digerakkan oleh pasar global, fluktuasi tarif listrik sulit dihindari.
Dalam konferensi pers dengan media, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menjelaskan, sebesar 33% dari biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik didominasi oleh biaya bahan bakar, yang ujungnya ke berdampak ke tarif listrik. Transisi ke energi terbarukan menjadi solusinya.
“Melakukan konversi dari pembangkit diesel menjadi energi terbarukan misalnya, kalau ini dilakukan maka BPP akan turun, tarif pun akan turun,” kata Rida Mulyana.
Mengacu data Institute of Essential Services Reform (IESR), levelized cost of electricity (LCOE) pembangkit surya skala besar di Indonesia sudah bisa bersaing dengan pembangkit batu bara teknologi Ultra Super Critical, yakni US$ 5,84 sen per kWh dibanding US$ 5,83 sen per kWh. Sementara menurut data Bank Dunia, harga energi fosil diperkirakan mencapai rata-rata tertinggi pada tahun ini, yakni US$ 100 per barel untuk minyak dan US$ 250 per ton untuk batu bara.
Laporan International Energy Agency (IEA) menyatakan bahwa transisi energi terbarukan membuat biaya energi menjadi lebih terkendali. Biaya energi yang harus ditanggung masyarakat pada 2030 akan lebih rendah jika mengejar target netral karbon, dibandingkan jika mengikuti kebijakan yang ada saat ini.
Transisi ke energi terbarukan juga menjamin pasokan di masa depan. Mengacu data Kementerian ESDM, potensi energi terbarukan Indonesia mencapai 3.686 gigawatt (GW) dan baru dimanfaatkan sebesar 11.585 megawatt (MW). Potensi energi energi terbarukan ini diperkirakan lima kali lebih besar dibandingkan kebutuhan energi Indonesia pada 2060.
“Satu-satunya jalan menuju ketahanan energi, harga listrik yang stabil, kesejahteraan, dan bumi yang nyaman dihuni adalah dengan meninggalkan energi fosil, terutama batu bara, dan mempercepat transisi ke energi terbarukan,” kata Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
